Kamis, 11 April 2013




TUGAS KESEHATAN MASYARAKAT
Melynda Mauludiya (1202100092)


Pengaruh Seks Bebas Remaja Pranikah Terhadap Kesehatan Reprosuksi



BAB I
PENDAHULUAN
                                                            
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial. Remaja pada masa peralihan tersebut kemungkinan besar dapat mengalami masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat.
Adanya kemudahan dalam menemukan berbagai macam informasi termasuk informasi yang berkaitan dengan masalah seks, merupakan salah satu faktor yang bisa menjadikan sebagian besar remaja terjebak dalam perilaku seks yang tidak sehat. Berbagai informasi bisa diakses oleh para remaja melalui internet atau majalah yang disajikan baik secara jelas dan secara mentah yaitu hanya mengajarkan cara-cara seks tanpa ada penjelasan mengenai perilaku seks yang sehat dan dampak seks yang berisiko, misalnya penyakit yang diakibatkan oleh perilaku seks yang tidak sehat.
Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan seks bebas menempatkan remaja pada tantangan risiko yang berat terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan anak, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) yang masih dapat disembuhkan. Secara global, 40% dari semua kasus HIV/AIDS terjadi pada kaum muda 15-24 tahun. Perkiraan terakhir adalah setiap hari ada 7000 remaja yang terinfeksi HIV (UNAIDS, 1998). Jumlah kasus HIV di Indonesia yang dilaporkan hingga Maret 2007 mencapai 14.628 orang. Sedangkan kasus AIDS sudah mencapai 8.914 orang, separuh atau 57,4 % dari kasus ini adalah kaum muda yang umurnya 15-29 tahun (Depkes, 2007).
Di Indonesia ada sekitar 16-20% dari remaja yang berkonsultasi telah melakukan hubungan seks pranikah, jumlah kasus ini cenderung naik. Itu bisa dilihat dengan meningkatnya jumlah kasus aborsi di Indonesia yang mencapai 2,3 juta per tahun. Di Jawa tengah ada sekitar 60 ibu yang melakukan aborsi perbulan atau sekitar 720 per tahun. Tragisnya 15-30% dari perilaku aborsi itu  adalah remaja yang berstatus siswi SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas), hal ini menunjukkan rentannya remaja terhadap masalah seks bebas (Usi, 2007).
Yang lebih memprihatinkan lagi, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat hasil survei pada 2010 menunjukkan, 51 % remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pranikah. Hasil survei untuk beberapa wilayah lain di Indonesia, seks pranikah juga dilakukan beberapa remaja, misalnya saja di Surabaya tercatat 54 %, di Bandung 47 %, dan 52 % di Medan. Hasil penelitian di Yogya dari 1.160 mahasiswa, sekitar 37 % mengalami kehamilan sebelum menikah.
Dalam melakukan hubungan seksual, sebagian remaja banyak yang tidak memikirkan dampak dari dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu kehamilan yang tidak dikehendaki dan penyakit hubungan seksual. Kehamilan yang tidak dikehendaki dapat terjadi setiap saat sebab mereka biasanya hanya memikirkan kesenangan dan kenikmatan sesaat saja tanpa memikirkan akibatnya yang sangat merugikan remaja putri. Jika dibandingkan dengan remaja putra, remaja putri  paling rentan dalam menghadapi masalah kesehatan sistem reproduksinya. Secara anatomis remaja putri lebih mudah terkena infeksi dari luar karena bentuk dan letak organ reproduksinya yang dekat dengan anus. Dari segi fisiologis, remaja putri akan mengalami menstruasi, kehamilan di luar nikah, aborsi, dan perilaku seks di luar nikah yang berisiko terhadap kesehatan reproduksinya.
Namun perilaku seks bebas remaja dan resiko kesehatan reproduksi remaja ini dapat diminimalisir dengan adanya pendidikan agama dan akhlak, bimbingan orang tua, dan pendidikan seks serta pengetahuan yang benar tentang kesehatan reproduksi remaja. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja ini dapat ditingkatkan dengan pendidikan kesehatan reproduksi yang dimulai dari usia remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi di usia remaja bukan hanya memberikan pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga bahaya akibat pergaulan bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diharapkan atau kehamilan beresiko tinggi.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah tingkat pengetahuan remaja terhadap sikap perilaku seks bebas?
2.      Bagaimanakah tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi?
3.      Bagaimanakah dampak negatif dari sikap perilaku seks bebas terhadap kesehatan reproduksi remaja?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan adalah :
1.      Untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan remaja terhadap sikap perilaku seks bebas.
2.       Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi.
3.       Untuk mengetahui dampak negatif dari sikap perilaku seks bebas terhadap kesehatan reproduksi remaja.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.1.1 Pengertian Seks Bebas
Seks bebas adalah bebas adalah hubungan seksual yang dilakukan di luar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi.
Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.
2.1.2 Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja
Istilah reproduksi berasal dari kata re yang artinya kembali dan kata produksi yang artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya.Sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat. Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin.Sementara itu, menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun.
Dari pengertian di atas kesehatan reproduksi remaja dapat diartikan sebagai suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja.Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural.
2.2  Kondisi Remaja Pada Masa Puber
Masa remaja diawali dengan pertumbuhan yang sangat cepat, biasanya disebut dengan pubertas. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan fisik atau biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial.
2.2.1 Perubahan Fisik
Perubahan fisik dapat diamati secara langsung, seperti pertambahan tinggi dan berat badan yang disebut pertumbuhan dan kematangan seksual sebagai hasil dari perubahan hormonal. Antara remaja putra dan remaja putri kematangan seksualnya terjadi dalam usia yang agak berbeda. Coleman and Hendry (1990) dan Walton (1994) mengatakan bahwa kematangan seksual pada remaja pria biasanya terjadi pada usia 10-13 tahun, sedangkan pada remaja putri terjadi pada usia 9-15 tahun.
Pada remaja putra perubahan itu ditandai oleh perkembangan pada organ seksual mulai dari tumbuhnya rambut kemaluan, perubahan suara, dan juga ejakulasi pertama melalui mimpi basah. Sedangkan pada remaja putri pubertas ditandai dengan menstruasi (haid pertama), perubahan pada dada (mammae), tumbuhnya rambut kemaluan, dan perbesaran panggul. Usia menstruasi (haid pertama) bervariasi dengan rentang umur 10 hingga 16 tahun. Semakin cepat seseorang mengalami menstruasi (haid pertama) tentu semakin cepat pula ia memasuki masa reproduksi.
2.2.2 Perubahan Psikologis
Masa remaja sering disebut juga dengan masa pancaroba, masa kritis, dan masa pencarian identitas. Pada masa remaja labilnya emosi erat kaitannya dengan perubahan hormon dalam tubuh. Sering terjadi letusan emosi dalam bentuk amarah, sensitif, bahkan perbuatan nekad. Ketidakstabilan emosi menyebabkan mereka mempunyai rasa ingin tahu dan dorongan untuk mencari tahu yang sifatnya eksperimen dan eksploratif. Pada masa ini banyak terjadi kenakalan remaja akibat tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka seperti kebutuhan akan prestasi, komformitas, kebutuhan yang berhubungan dengan kehidupan keluarga, kebutuhan akan identitas diri, dan kebutuhan seksual.
2.3     Faktor – Faktor yang Mempegaruhi Seks Bebas
Pengaruh  seks bebas di kalangan remaja disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
2.3.1   Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri remaja itu sendiri yang meliputi:
·         Masa Pubertas yang Dialami Remaja
Pubertas merupakan suatu masa yang harus dialami oleh semua remaja cepat atau lambat. Pada masa pubertas alat kelamin sekunder telah matang, sehingga terjadi perubahan fisik dan emosi. Seksualitas pada masa remaja inilah yang sedang memuncak. Dimana ketika fungsi reproduksi mulai bekerja, secara alamiah remaja menjadi ingin tahu banyak tentang seks, sehingga seringkali keingintahuan dan rasa ingin coba remaja menjadi  tidak terkontrol lagi dan berujung pada perilaku seks bebas.
·         Dorongan Rasa Ingin Tahu yang Tinggi
Masa remaja yang ditandai dengan berkembangnya karakter seks, mendorong keingintahuan remaja terhadap hal tersebut. Namun kurangnya pendidikan seks dari lembaga formal seperti sekolah dan orang tua menyebabkan mereka mencari informasi tersebut pada tempat yang salah yaitu di media massa seperti internet, majalah porno, bahkan film yang mengeksploitasi kehidupan remaja mengenai seks. Film porno yang beredar di pasaran memberikan ruang terbuka bagi keingintahuan tersebut yang mau tidak mau akan berujung pada keinginan untuk  melampiaskan hasrat seksual tersebut pada perilaku amoral yaitu seks bebas.

·         Kurangnya mental keimanan (Spiritualisme)
Kurangnya mental keimanan turut mempengaruhi tindakan seseorang termasuk perilaku seksualnya. Apabila benteng keimanan remaja kuat maka ia pasti dapat menghindarkan diri dari perilaku seks bebas.
·         Hawa nafsu
Hawa nafsu merupakan hal yang sangat menentukan dalam terjadinya perilaku seks bebas. Timbulnya rangsangan seks pada diri seorang remaja menyebabkan hawa nafsu yang tidak terkontrol. Hal ini bisa terjadi apabila seorang remaja melakukan tindakan-yang dapat menimbulkan rangsangan, seperti menonton blue film atau video porno, membaca cerita-cerita porno, bahkan ada yang mulai meraba-raba alat kelamin pasangannya saat pacaran. Rangsangan tersebut dapat menjadi pemicu utama perilaku seks bebas.
·         Tekanan dalam Diri Remaja itu Sendiri
Dalam menjalani kehidupannya,  seorang remaja tentunya tak luput dari permasalahan. Namun tidak semua remaja mengetahui cara mengatasi permasalahan tersebut. Ada dua sifat remaja masa kini yaitu remaja yang terbuka dan tertutup. Remaja yang terbuka tentunya berbagi permasalahannya dengan orang yang dapat memberinya motivasi seperti orang tua dan sahabatnya, sedangkan remaja yang tertutup cenderung lari dari masalah tersebut dan melakukan perilaku yang menyimpang untuk menenangkan diri. Salah satunya dengan melakukan seks bebas.
·         Seks Bebas Dijadikan Potret Anak Gaul
Sesuatu yang sangat mengagetkan khalayak umum saat ini adalah standarisasi seseorang dikatakan gaul misalnya “ngeseks itu bukti kejantanan”. Banyak remaja yang berpikir bahwa, dengan melakukan seks bebas, maka ia telah dianggap sebagai anak gaul dan diterima dalam pergaulan. Padahal hal ini merupakan suatu kesalahan besar. Akan tetapi, remaja yang memilki konsep diri rendah yang tak memikirkan hal ini secara jernih tetap saja melakukannya supaya ia diterima sebagai anak gaul dan tidak ingin diejek sebagai banci kaleng.
·         Ketagihan (adiktif)
Seks sama seperti orang makan, kebutuhan mutlak setiap orang. Tetapi kalau dia tidak dikelola dengan benar akibatnya bisa gawat. Sekali saja mencoba pasti akan mau lagi dan lagi. Apabila seorang remaja sudah pernah melakukan hubungan seks di luar nikah maka rasa ingin dan ingin mencoba lagi itu akan muncul apalagi apabila ia belum mengalami konsekuensi yang membuatnya jera.
2.3.2  Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri remaja yang meliputi:
·         Dampak Negatif Perkembangan Teknologi
tehnologi informasi berkembang begitu pesat sehingga memungkinkan kita mengakses sejumlah informasi yang baik maupun buruk. Kemudahan mengakses informasi terutama informasi yang buruk turut memicu perilaku seks bebas, seperti adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa dengan teknologi  yang canggih. contoh; VCD, buku stenlis, photo, majalah, internet dan lain-lain.
·         Kurangnya Pengawasan Orang Tua
Kurangnya bimbingan dan pengawasan orang tua sudah pasti akan membuat anak menjadi liar, orang tua yang terlalu percaya kepada anak tanpa mengetahui aktivitas yang dilakukan oleh anak-anaknya merupakan tindakan yang salah yang berakibat fatal bagi si anak sendiri. Bahkan bukan tidak mungkin sebenarnya orang tua sendiri yang menjerumuskan anaknya, sebagai contoh misalnya, orang tua merasa malu kalau anaknya yang sudah SMA ataupun sudah remaja belum punya pacar akan didorong untuk segera memiliki pacar. Akhirnya anak tersebut pun mencari pacar dan menjalani hubungan yang awalnya wajar-wajar saja mulai dari jalan bersama, pegangan tangan, kemudian kissing dan berujung pada seks bebas.
·         Pergaulan Bebas
Dalam lingkungan pergaulan remaja ABG, ada istilah yang kesannya lebih mengarah kepada hal negatif ketimbang hal yang positif, yaitu istilah “anak gaul”. Istilah ini menjadi sebuah ikon bagi dunia remaja masa kini yang ditandai dengan nongkrong di kafe, mondar-mandir di mal, gaya fun, berpakaian serba sempit dan ketat kemudian memamerkan lekuk tubuh, dan mempertontonkan bagian tubuhnya yang seksi bahkan menganggap seks sebagai ikon kehidupan remaja yang gaul.
·         Masuknya Budaya Luar
Masuknya budaya luar turut menyebabkan perilaku seks bebas di kalangan remaja diantaranya budaya barat yang melegalkan hubungan seks yang bahkan menjadikan seks bebas sebagai gaya hidup. Hal inilah yang membuat remaja beranggapan bahwa hal ini juga dapat dilakukan di negara kita dengan jalan meniru. Padahal kenyataannya perilaku ini sangatlah bertentangan dengan budaya kita.
·         Pengaruh Obat-Obatan Terlarang dan Alkohol
Penggunaan obat-obatan terlarang dan kebiasaan mengonsumsi alkohol turut memicu maraknya perilaku seks bebas. Kedua benda ini bekerja untuk merangsang saraf pusat untuk bekerja di luar kesadaran. Benda ini menyebabkan jalan pikiran penggunanya tidak jernih sehingga tindakan yang menyimpang pun dianggap legal. Salah satu jenis penyimpangan tersebut adalah seks bebas.
·         Adanya Praktek Aborsi
Adanya praktek aborsi seakan memberikan jaminan kepada remaja untuk melakukan seks bebas yang menyebabkan tingkat perilaku tersebut  semakin meningkat. Pasalnya dengan adanya praktek aborsi, remaja tidak akan takut lagi untuk melakukan seks bebas, karena apabila mereka mengalami kehamilan, mereka dapat menggugurkan janin yang dikandungnya dengan jalan melakukan aborsi. Walaupun praktek aborsi menimbulkan penderitaan yang luar biasa, namun masih banyak saja remaja yang menggandrungi jalan tersebut agar mereka terhindar dari aib hamil di luar nikah.
·         Adanya kesempatan
Maraknya seks bebas di kalangan remaja juga disebabkan oleh faktor adanya kesempatan untuk memenuhi dorongan seksual yang mereka alami. Kesempatan yang diberikan oleh seorang remaja kepada pasangannya memberi ruang bagi pasangannya untuk memenuhi dorongan seksual tersebut sehingga perilaku seks bebas pun tak terelakkan.
·         Lemahnya Penegakan Hukum
Lemahnya penegakan hukum mendorong meningkatnya perilaku seks bebas dari tahun ke tahun. Tidak adanya sanksi yang tegas  dari pihak hukum menyebabkan remaja bebas melakukan perilaku seks bebas.
·         Dukungan Dana
Dana dari orang tua yang berlebihan bisa menjadi pemicu seseorang terjerumus ke dalam perilaku seks bebas, karena tidak tahu lagi uangnya mau digunakan untuk  apa, maka mereka mencoba-coba hal-hal yang negatif termasuk seks bebas. Dana yang kurang pun bisa menjadi faktor pemicu seseorang melakukan tindakan seks bebas, entah itu terpaksa atau bahkan ada yang melakukan hal ini dengan senang hati karena sudah terbiasa.
2.4 Pengaruh Seks Bebas
Ada beberapa pengaruh perilaku seks bebas remaja pranikah terhadap kesehatan reproduksi, antara lain:
2.4.1 Hamil yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy)
Unwanted pregnancy membawa remaja pada dua pilihan, melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor risiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu. Menurut Wibowo (1994) terjadinya perdarahan pada trisemester pertama dan ketiga, anemi dan persalinan kasip merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan remaja. Selain itu kehamilan di usia muda juga berdampak pada anak yang dikandung, kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian perinatal sering dialami oleh bayi-bayi yang lahir dari ibu usia muda. Menurut Affandi (1995) tingkat kematian anak pada ibu usia muda mencapai 2-3 kali dari kematian anak yang ibunya berusia 20-30 tahun.
Selain melanjutkan kehamilan tidak sedikit pula mereka yang mengalami unwanted pregnancy melakukan aborsi. Lebih kurang 60 % dari 1.000.000 kebutuhan aborsi dilakukan oleh wanita yang tidak menikah termasuk para remaja. Sekira 70-80 % dari angka itu termasuk dalam kategori aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) yang juga merupakan salah satu factor yang menyebabkan kematian ibu.
2.4.2  Penyakit Menular Seksual (PMS) – HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seks bebas remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah tertular PMS termasuk HIV/AIDS. Para remaja seringkali melakukan hubungan seks yang tidak aman dengan kebiasaan dengan berganti-ganti pasangan dan melakukan anal seks menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV seperti sifilis, gonore, herpes, klamidia, dan AIDS. Dari data yang ada menunjukkan bahwa diantara penderita atau kasus HIV/AIDS 53% berusia antara 15-29 tahun.
2.4.3  Gonorea (kencing nanah)
 Gonorea (kencing nanah) adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan bagian putih mata (konjungtiva). Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam pinggul sehingga timbul nyeri pinggul dan gangguan reproduksi. Meskipun sering tanpa gejala, infeksi bakteri ini dapat menyebabkan rasa sakit saat buang air kecil dan mengeluarkan nanah setelah dua hingga sepuluh hari.
2.4.4    Klamidia
Klamida merupakan salah satu jenis infeksi menular seksual (IMS) pada manusia. Penyakit ini merupakan salah satu IMS yang paling umum di seluruh dunia. Istilah infeksi klamidia juga mengacu pada infeksi yang disebabkan oleh setiap jenis bakteri Chlamydiaceae. Sebagai contoh, bakteri C trachomatis hanya ditemukan pada manusia. Bakteri ini dapat merusak alat reproduksi manusia dan penyakit mata. Kondisi ini mempunyai gejala mirip gonore, walaupun bisa juga muncul tanpa gejala. Meskipun tidak menunjukkan gejala, klamidia dapat menimbulkan peradangan testikel, prostat, maupun uretra. Konsekuensi bagi wanita lebih serius lagi. Infeksi yang tidak ditangani menjadi penyebab utama penyakit radang panggul, kehamilan ektopik, dan beberapa kejadian infertilitas.
2.4.5   Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat dilematis. Dalam pandangan masyarakat, remaja putri yang hamil merupakan aib keluarga yang melanggar norma-norma sosial dan agama. Penghakiman social ini tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan bingung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami relaja setelah mengetahui kehamilannya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan yang kadang disertai dengan rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada nasib yang membuat kondisi sehat secara fisik, sosial, dan mental yang berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.
2.5 Penanggulangan Dampak Seks Bebas
Ada beberapa upaya prefentif yang bisa dilakukan untuk penanggulangan dampak seks bebas, antara lain:
2.5.1 Pendidikan agama dan akhlak.
Pendidikan agama wajib ditanamkan sedini mungkin pada anak. Dengan adanya dasar agama yang kuat dan telah tertanam pada diri anak, maka setidaknya dapat menjadi penyaring (filter) dalam kehidupannya. Anak dapat membedakan antara perbuatan yang harus dijalankan dan perbuatan yang harus dihindari.
2.5.2  Pendidikan seks dan reproduksi.
Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan kelamin. Hal ini tentunya akan membuat para orangtua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian tentang pendidikan seks. pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat diberitahu mengenai berbagai perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya.
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya.Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
Pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan kesehatan reproduksi sehingga lingkup pendidikan kesehatan reproduksi lebih luasPendidikan kesehatan reproduksi mencakup seluruh proses yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan aspek-aspek yang mempengaruhinya, mulai dari aspek tumbuh kembang hingga hak-hak reproduksi. Sedangkan pendidikan seks lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan seks.
2.5.3  Bimbingan orang tua.
Peranan orang tua merupakan salah satu hal terpenting dalam menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh orang tua harus   memperhatikan perkembangan anak dan memberikan informasi yang benar tentang masalah seks dan kesehatan reproduksi kepada anak. Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sedini mungkin saat anak sudah mulai beranjak dewasa. Hal ini merupakan salah satu tindakan preventif agar anak tidak terlibat pergaulan bebas dan  dampak-dampak negatifnya. Selain itu orang tua juga harus selalu mengawasi pergaulan anaknya. Dengan siapa mereka bergaul dan apa saja yang mereka lakukan di luar rumah. Setidaknya harus ada komunikasi antara anak dengan orang tua setiap saat. Apabila anak menemukan masalah, maka orang tua berkewajiban untuk membantu mencarikan solusinya.
2.5.4 Meningkatkan aktivitas remaja ke dalam program yang produktif.
Melatih dan mendidik para remaja yang telah dipilih untuk menjadi anggota suatu organisasi, misalnya Karang Taruna, Karya Ilmiah Remaja, Pusat Informasi dan Konseling Pendidikan Reproduksi Remaja (karena remaja biasanya dapat lebih mudah melakukan komunikasi dan membicarakan masalah tersebut antara sesamanya), dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat.
2.6 Peran Bidan dalam Menanggulangi Masalah Seks Bebas Remaja
Bidan Ikut serta dalam kelompok remaja sehingga lebih mudah mengadakan pendekatan misalnya melakukan penyuluhan-penyuluhan pada remaja yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan memberikan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi remaja. Tujuannya adalah memberikan bekal pengetahuan pada remaja atas kesehatan reproduksi dan seksual secara benar, sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang benar yang tidak berakibat pada terjadinya seks bebas pranikah dikalangan remaja.


BAB III
PENUTUP
Simpulan
Permasalahan perilaku seks bebas remaja di Indonesia semakin lama semakin memprihatinkan, maka diperlukan penanganan yang serius. Beberapa penelitian yang telah dilakukan beberapa pihak didapatkan data-data pergaulan seks bebas yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini membuktikan bahwa permasalahan tersebut harus segera diminimalisir agar tidak merusak generasi muda di masa yang akan datang.
Ada banyak faktor yang memicu terjadinya seks bebas dikalangan remaja, diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Dari faktor-faktor tersebut, mempunyai dampak negatif dan positif  bagi remaja. Permasalahan yang timbul akibat pengaruh seks bebas di kalangan remaja perlu mendapat perhatian khusus. Generasi muda di Indonesia harus diselamatkan agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang merusak moral. Hal ini dapat dilakukanakan dengan adanya kerjasama antara pihak orang tua, anak dan lembaga yang terkait.
 Saran
Sebaiknya orang tua hendaknya memberikan contoh yang baik kepada anaknya seperti menanamkan pendidikan agama dan akhlak sejak anak berusia dini. Melakukan komunikasi antara anak dan orang tua serta pengawasan orang tua terhadap pergaulan anak sehari-hari dan media yang dikonsumsi anak baik media cetak maupun elektronik sehingga anak tersebut tidak terjerumus pada pergaulan bebas yang akan  berdampak pada perilaku seks bebas dikalangan remaja pranikah.


DAFTAR RUJUKAN


0 komentar:

Posting Komentar

 

Selamat Membaca...... Design By: SkinCorner